Jika kita melihat
fenomena sepakbola Tanah Air ternyata masih sangat jauh dari prestasi, jangankan
Internasional, saat lokal saja masih memprihatinkan. Ditambah carut marut
Pengurus dan konflik dengan pemerintah menambah rumit persepakbolaan kita. Pergantian
pelatih, baik di level klub ataupun timnas semudah para remaja berganti cabe
cabean. Selesai kompetisi selesai juga kepelatihan.
Klub yang profesional berkaitan erat dengan uang, ya bagaimana disebut
profesional kalau pemain tidak dibayar (kerja bakti). Padahal semangat bermain
berhubungan dengan kinerja yang apik agar menghadirkan prestasi.
Hampir semua klub tidak memiliki pembinaan berjenjang, belum ada
yang memberikan perhatian kepada pembinaan sendiri, kita tengok La Masia, atau
klub junior lainnya di Eropa. Tetapi apa yang kita lakukan adalah hanya saling
menjegal dan membajak kalau ada pemain bagus, sedang pemain junior itu sebatas
untung-untungan. Tidak heran sulit pemain yunior bisa menggeser pemain pemain
uzur semacam Firman Utina, Bambang Pamungkas, Cristian Gonzales. Tak heran jika
kita terseok seok di kancah SEA GAMES 2015 kemarin, padahal diantara semua
peserta SEA GAMES negara kitalah yang paling besar. Bukan karena sulitnya
mencari bibit-bibit unggul, namun pembinaan yang bisa dibilang tidak ada.
Kita lihat
Piala AFF 2010 yang sebetulnya membuka mata dunia bahwa sepakbola Indonesia
adalah madu yang tersembunyi. Sayangnya, alih-alih memanfaatkan momentum tersebut
menjadi energi yang konstruktif, otoritas sepakbola nasional malah terjebak
pada politik praktis. Perebutan kekuasaan, dan ketidakpuasan muncul, sehingga lahir
lah kompetisi tandingan, dan bahkan belakangan muncul pula asosiasi tandingan. Lima tahun
setelah ledakan euforia 2010, sepakbola Indonesia seakan kehilangan arah.
Hingga sekarang Konflik Kemenpora dan PSSI pun masih belum
selesai. Yang mengakibatkan hilangnya Kompetisi yang sudah menjadi “Tontonan Rakyat”.
Mencari siapa yang salah, mencari pelaku itu seperti mencium kentut
aromanya terhirup namun susah menemukan pelakunya.
Tapi sebetulnya kita harus
tetap yakin, semua ini pasti ada akhirnya meskipun entah itu kapan. Dahaga
rakyat Indonesia akan prestasi semoga dapat segera terobati yang didahului
dengan kepengurusan yang sehat dari pemerintah dan tentunya
dengan pembinaan usia dini yang matang yang siap menelurkan harapan-harapan
baru bagi kita semua.
No comments:
Post a Comment